UPDATE TERUS INFORMASI ANDA DENGAN MEMBACA BERITA AKURAT DAN TERPERCAYA DISINI

Selasa, 13 Mei 2025

Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Mengusulkan Dilegalkan J*di Di Indonesia


 Usulan legalisasi kasino sebagai sumber Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) menuai tanggapan keras dari pakar hukum.

Menurut Abdul Fickar Hadjar, pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, gagasan tersebut tidak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.

"Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, jelas-jelas melarang praktik perjudian. Judi dalam bentuk apa pun, termasuk kasino, tidak sejalan dengan nilai-nilai religius yang menjadi fondasi bangsa ini," tegas Fickar dikutip dari JawaPos.com, Selasa (13/5/2025).

Fickar juga menolak argumen yang menyamakan kondisi saat ini dengan era mantan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin yang pernah melegalkan perjudian. Menurutnya, konteks zaman itu tidak bisa disamakan.

“Ali Sadikin itu kenangan masa lalu,” ujarnya singkat.

Sebelumnya, usulan legalisasi kasino disampaikan oleh Galih Kartasasmita, anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, saat rapat dengan kementerian terkait membahas optimalisasi PNBP.

Menurut Galih, Indonesia terlalu bergantung pada sumber daya alam (SDA) sebagai tulang punggung penerimaan negara.

Ia mengingatkan bahwa ketergantungan berlebihan terhadap SDA dapat menjadi kelemahan jangka panjang bagi ekonomi nasional.

“Sekitar 15 tahun yang lalu, 10 besar penerimaan UEA (Uni Emirat Arab) berasal dari SDA. Tapi sejak krisis minyak, mereka sadar bahwa nggak bisa terus bergantung ke sana,” ujarnya.

Galih mencontohkan langkah berani UEA yang bertransformasi ke sektor jasa, terutama pariwisata, dan bahkan mulai membuka diri terhadap industri kasino.

“Mohon maaf bukan apa-apa, tapi UEA sudah mulai jalanin kasino. Coba bayangkan, negara Arab jalanin kasino. Artinya mereka sudah out of the box banget pemikiran lembaga dan K/L-nya,” ungkap Galih.

Dia mendorong kementerian dan lembaga (K/L) di Indonesia untuk meniru langkah progresif tersebut dengan menggali potensi sektor jasa, hiburan, dan pariwisata sebagai sumber alternatif penerimaan negara.

“Kita ini kaya sekali alamnya. Kalau ada extra effort dari K/L untuk mengembangkan sektor-sektor ini, saya yakin ada kenaikan di penerimaan negara dari sektor non-SDA,” katanya.

Meski sadar bahwa wacana ini berpotensi menimbulkan kontroversi moral dan sosial, Galih menegaskan bahwa usulan ini bukan paksaan, melainkan pemantik diskusi untuk mencari opsi penerimaan negara yang lebih beragam dan progresif.

“Ini bukan ke Bapak, tapi lebih ke pola pikir kita bersama. Masa depan penerimaan negara harus lebih bervariasi, lebih progresif,” pungkasnya.

Site Search