
Setelah dibongkar Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri langsung bergerak memeriksa sejumlah produsen beras terkait kasus dugaan pelanggaran mutu dan takaran. Total ada empat produsen beras yang diperiksa hari ini.
"Betul, masih dalam proses pemeriksaan," kata Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Helfi Assegaf kepada wartawan, Jakarta, Kamis (10/7/2025).
Brigjen Helfi mengungkap, keempat produsen itu adalah WG, FSTJ, BPR, dan SUL/JG. Namun, ia tak merinci terkait materi pemeriksaan yang akan didalami dari para produsen.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, keempat produsen itu adalah Wilmar Group, Food Station Tjipinang Jaya, Belitang Panen Raya (BPR), dan Sentosa Utama Lestari (Japfa Group).
Dia membenarkan bahwa pemeriksaan empat produsen beras ini juga termasuk dari informasi yang disampaikan oleh Menteri Amran.
Sebelumnya, Mentan Amran mengambil langkah tegas terhadap 212 produsen beras dengan melaporkannya ke Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Kejaksaan Agung, diduga nakal melakukan praktik oplos beras.
Menurut catatan, sebanyak 212 dari total 268 merek beras yang investigasi oleh jajarannya bersama pemangku kepentingan terkait lainnya, ditemukan ketidaksesuaian ketentuan mutu, berat dan harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
"Temuan ini telah dilaporkan secara resmi ke Kapolri dan Jaksa Agung untuk ditindaklanjuti," ujar Amran di Jakarta, Jumat (27/6/2025).
Dia menyampaikan temuan itu hasil kerja lapangan yang dilakukan bersama Satgas Pangan, Kejaksaan, Badan Pangan Nasional dan unsur pengawasan lainnya.
Dari 13 laboratorium di 10 provinsi, pihaknya menemukan 85,56 persen beras premium tidak sesuai mutu, 59,78 persen dijual di atas HET, dan 21 persen beratnya tidak sesuai. "Ini sangat merugikan masyarakat,” tegas Amran.
Amran menjelaskan, anomali harga beras menjadi perhatian serius karena terjadi saat produksi nasional justru meningkat. FAO memperkirakan produksi beras Indonesia mencapai 35,6 juta ton pada 2025/2026, di atas target nasional 32 juta ton.
"Kalau dulu harga naik karena stok sedikit, sekarang tidak ada alasan. Produksi tinggi, stok melimpah, tapi harga tetap tinggi. Ini indikasi adanya penyimpangan,” terangnya.
Amran juga menyebutkan potensi kerugian konsumen akibat praktik curang ini bisa mencapai Rp99 triliun.
Wilmar Group di Kasus Korupsi CPO
Bukan kali ini saja nama Wilmar Group terseret hukum. Perusahaan ini juga masih berstatus tersangka korporasi dalam kasus korupsi izin ekspor crude palm oil (CPO). Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah mamerkan uang sitaan Rp2 triliun, belum lama ini.
Uang yang dipamerkan terdiri atas pecahan Rp100 ribu, dikelompokkan dalam plastik masing-masing berisi Rp1 miliar. Ketika disusun, tumpukan uang tersebut membentuk struktur menyerupai Candi Muaro Jambi.
“Para rekan media yang kita lihat sekarang ini, di sekeliling kita ini ada uang, ini total semuanya nilainya Rp2 triliun,” kata Direktur Penuntutan Kejaksaan Agung, Sutikno, saat jumpa pers, Selasa (17/6/2025).
Sutikno menjelaskan, uang Rp2 triliun tersebut merupakan bagian dari total Rp11.880.351.802.619 (Rp11,8 triliun) milik Wilmar Group yang telah disita oleh Kejagung. Ia mengungkapkan, tidak semua uang ditampilkan dengan alasan keamanan.
Dalam pengembangan kasus ekspor CPO, Kejagung juga menyidik dugaan suap atau gratifikasi terkait pengondisian perkara korporasi izin ekspor CPO di lingkungan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Karena adanya putusan lepas (onslag) di tingkat pertama Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, para terdakwa korporasi sempat lepas dari tuntutan untuk membayar uang pengganti. Namun, Kejagung tidak tinggal diam dan mengajukan kasasi yang masih dalam proses.
Penyidik Jampidsus Kejagung kemudian menetapkan Legal Wilmar Group, Muhammad Syafei sebagai tersangka baru dalam perkara dugaan suap terkait putusan onslag terhadap korporasi CPO. Syafei diduga menyiapkan dana suap yang diserahkan kepada kuasa hukum korporasi, Ariyanto (AR), lalu diteruskan kepada Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan (WG), hingga sampai ke Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta (MAN). Total dana suap yang diberikan disebut mencapai Rp60 miliar.
Uang suap tersebut juga diduga mengalir ke majelis hakim yang menangani perkara, yakni Djuyamto (DJU), Agam Syarif Baharuddin (ASB), dan Ali Muhtarom (AM).
Sejauh ini, Kejagung telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengondisian putusan onslag terhadap korporasi CPO. Para tersangka berasal dari unsur pengadilan, kuasa hukum, dan pihak korporasi:
Pihak Pengadilan:
1. Muhammad Arif Nuryanta – Ketua PN Jakarta Selatan, eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat
2. Djuyamto – Ketua Majelis Hakim perkara CPO
3. Agam Syarif Baharuddin – Hakim Anggota
4. Ali Muhtarom – Hakim Anggota
5. Wahyu Gunawan – Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara
Kuasa Hukum Korporasi:
1. Marcella Santoso
2. Ariyanto Bakri
Pihak Korporasi:
1. Muhammad Syafei – Head of Social Security Legal Wilmar Group
Selain itu, Kejagung juga menetapkan tiga tersangka dalam perkara dugaan perintangan penyidikan kasus CPO dan beberapa perkara lain yang sedang ditangani Korps Adhyaksa, yaitu:
1. Marcella Santoso (MS)
2. Junaedi Saibih (JS) – Dosen sekaligus advokat
3. Tian Bahtiar (TB) – Direktur Pemberitaan Jak TV
4. M. Adhiya Muzakki (MAM) – Ketua Tim Cyber Army
***Sumber : Inilah.com***